Minggu, 03 Maret 2013

Sejarah Monas (MONUMEN NASIONAL) Jakarta

0 komentar
Sejarah Tugu Monas (Monumen Nasional) Jakarta

Imam Mudji's Blog - Monas atau Monumen Nasional merupakan icon kota Jakarta. Terletak di pusat kota Jakarta, menjadi tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Monas didirikan pada tahun 1959 dan diresmikan dua tahun kemudian pada tahun 1961.

Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975.

Sedangkan wilayah taman hutan kota di sekitar Monas dahulu dikenal dengan nama Lapangan Gambir. Kemudian sempat berubah nama beberapa kali menjadi Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas dan kemudian menjadi Taman Monas.

1. Ukuran dan Isi Monas
Monas dibangun setinggi 132 meter dan berbentuk lingga yoni. Seluruh bangunan ini dilapisi oleh marmer.




2. Lidah Api
Di bagian puncak terdapat cawan yang di atasnya terdapat lidah api dari perunggu yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter dengan berat 14,5 ton. Lidah api ini dilapisi emas seberat 45 kg. Lidah api Monas terdiri atas 77 bagian yang disatukan.

3. Pelataran Puncak
Pelataran puncak luasnya 11x11 m. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung bisa menggunakan lift dengan lama perjalanan sekitar 3 menit. Di sekeliling lift terdapat tangga darurat. Dari pelataran puncak Monas, pengunjung bisa melihat gedung-gedung pencakar langit di kota Jakarta. Bahkan jika udara cerah, pengunjung dapat melihat Gunung Salak di Jawa Barat maupun Laut Jawa dengan Kepulauan Seribu.

4. Pelataran Bawah
Pelataran bawah luasnya 45x45 m. Tinggi dari dasar Monas ke pelataran bawah yaitu 17 meter. Di bagian ini pengunjung dapat melihat Taman Monas yang merupakan hutan kota yang indah.


5. Museum Sejarah Perjuangan Nasional

Di bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu Museum Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80x80 m. Pada keempat sisi museum terdapat 12 diorama (jendela peragaan) yang menampilkan sejarah Indonesia dari jaman kerajaan-kerajaan nenek moyang Bangsa Indonesia hingga G30S PKI.

Taman Monas

Di taman ini Anda dapat bermain bersama kawanan rusa yang sengaja didatangkan dari Istana Bogor untuk meramaikan taman ini. Selain itu Anda juga dapat berolahraga di taman ini bersama teman maupun keluarga.

Taman Monas juga dilengkapi dengan kolam air mancur menari. Pertunjukan air mancur menari ini sangat menarik untuk ditonton pada malam hari. Air mancur akan bergerak dengan liukan yang indah sesuai alunan lagu yang dimainkan. Selain itu ada juga pertunjukkan laser berwarna-warni pada air mancur ini.

Bagi Anda yang ingin menjaga kesehatan, selain berolahraga di Taman Monas, Anda pun dapat melakukan pijat refleksi secara gratis. Di taman ini disediakan batu-batuan yang cukup tajam untuk Anda pijak sambil dipijat refleksi. Di taman ini juga disediakan beberapa lapangan futsal dan basket yang bisa digunakan siapapun.

Jika Anda lelah berjalan kaki di taman seluas 80 hektar ini, Anda dapat menggunakan kereta wisata. Taman ini bebas dikunjungi siapa saja dan terbuka secara gratis untuk umum.


Wisata Monas
Untuk mengunjungi Monas, ada banyak jenis transportasi yang dapat Anda gunakan. Jika Anda pengguna kereta api, Anda dapat menggunakan KRL Jabodetabek jenis express yang berhenti di Stasiun Gambir. Anda pun dapat menggunakan fasilitas transportasi Bus Trans Jakarta. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi, tersedia lapangan parkir khusus IRTI, atau Anda dapat memarkir kendaraan Anda di Stasiun Gambir.

Untuk dapat masuk ke bangunan Monas, Anda dapat melalui pintu masuk di sekitar patung Pangeran Diponegoro. Lalu Anda akan melalui lorong bawah tanah untuk masuk ke Monas. Anda pun dapat melalui pintu masuk di pelataran Monas bagian utara. Jam buka Monas adalah jam 9.00 pagi hingga jam 16.00 sore.

Monas dapat menjadi salah satu pilihan Anda untuk berwisata bersama keluarga dan tempat mendidik anak-anak untuk lebih mengenal sejarah Indonesia. Anda pun dapat menikmati udara segar dari rindangnya pepohonan di Monas. Dan jangan lupa untuk menjaga kebersihan Taman Monas agar tetap indah untuk dinikmati siapapun.



sumber http:wahw33d.blogspot.com/


Read more...

Selasa, 09 Oktober 2012

Sejarah Gedung Sate Kota Bandung

0 komentar

Gedung Sate Bandung

Imam Mudji's blog~  Gedung Sate Kota Bandung.  Dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, Gedung Sate Kota Bandung gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.

Gedung Sate Kota Bandung. yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).
Gedung Sate (ca.1920-28)

Gedung Sate Kota Bandung Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf dan Perpustakaan.

Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara.

Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.
Read more...

Jumat, 20 Juli 2012

Mitos Air Terjun Sedudo Kota Nganjuk

0 komentar
Dibalik Mitos Air Terjun Sedudo Nganjuk Kaya rempah-rempah, Bisa jadi Obat Awet Muda 
Banyak yang menyakini jika air terjun Sedudo mampumembuat awet muda siapa saja yang mandi disana. Ada apa dibalik mitos itu?

Jika kita mendengar wisata air terjun Sedudo yang terletak di Desa Ngliman Kec Sawahan, akan selalu muncul dibenak kita jika air terjun ini mempunyai banyak khasiat, salah satunya adalah menjadi obat awet muda. Hal ini banyak diyakini masyarakat sekitar, jugamasyarakat diluar Nganjuk. Terbukti jika wisata airterjun ini tak pernah sepi dari pengunjung. Baik yang hanya sekedar ingin menikmati pemandangannnya yangindah, ataumemang sengaja ingin membuktikan mitos yang banyak berkembang itu.Namun tak banyak yang tahu apa yang menyebabkan air terjun yang berada di Kab Nganjuk bagian selatan itu mempunyai mitos seperti ini. Kalangan sejarah menilai,mitos ini berdasar atas sejarah terbentuknya airterjun itu dan kajian ilmiah.Harimintadji, salah satu tokoh sejarah di Nganjuk mengungkapkan ada sejarah dan perkiraan secara ilmiah tentang mitos itu. Dari tinjauan sejarah, saat itu air terjun Sedudo dibuat oleh salah satu tokoh wargasekitar bernama Sanak Pogalan. Ia merupakan petani tebu yang harus menelan kecewa dari peenguasa jamanitu. Karena kekecewaannya inilah, ia kemudian menjadi pertama disekitar sumber air terjun Sedudo. Dalamtapanya, ia berniat untuk menenggelamkan Kota Nganjuk dengan membuat sumber air yang sangat besar.
’’Dia bersumpah untuk menggelamkan desanya itu. Dandibuatlah sumber air yang sangat besar,’’ tuturHarmintadji, yang pernah menjabat sebagai Wedoro KabNganjuk itu.Karena kesucian Sanak Pogalan inilah, sebagian wargameyakini jika sumber air terjun Sedudo, mengandung beberapa khasiat, salah satunya menjadi obat awet muda.
’’Menurut sejarhnya begitu,’’ tambah Harmintadji. Selain tentang sejarah, ia juga menduga jika secarailmiah khasiat obat awet muda dari air terjun Sedudo ini bisa diraba. Menurutnya, pada jaman kerajan dulu, ada tokoh bernama Resi Curigonoto yang sengaja mengasingkan diri di atas lokasi air terjun.
Dalam pengasingannya itu, Resi Curigonoto berniat untuk menjadikan hutan itu sebagai kebun rempah-rempah. Karena menganggap jika tanah hutan, bisa menjadi mediayang sangat bagus untuk mengembangkan rempah-rempah yang saat itu menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Resi Curigonoto lantas meminta Raja Kerajaan Kediri untuk mengirim rempah-rempah ke tempat pengasingannya itu. Namun, tak begitu jauh dari tujuannya, tiba-tibagerobak-gerobak yang mengangkut rempah-renpah iiterguling diantara sumber air terjun Sedudo. ’’Lalu rempah-rempah ini tumbuh subur hingga memenuhi hutan yang menjadi tempat sumber air terjun Sedudo,’’tambahnya.Sehingga, lanjut pria yang menjadi pegawai negerisipil (PNS) sejak tahun 1964 itu, air yang mengalir keair terjun Sedudo banyak mengandung rempah-rempah itu.’’Secara otomatis, rempah-rempah ini mampu menjadiobat yang multi khasiat, salah satunya adalah memmbuatwajah tampak bersih. Sehingga kelihatan awet muda,’’katanya.Mitos ini juga sdijunjung tinggi oleh Pemkab Nganjuksendiri. Buktinya, setiap bulan Syuro, Pemkab Nganjukmenggelar ritual ‘Siraman’. Dimana akan banyakmasyarakat Nganjuk yang mandi bersama di lokasi wisataair terjun ini. ’’Memang budaya siraman ini menjadi agenda tahunanPemkab Nganjuk. Selain untuk menarik wisatawan, jugauntuk melestarikan budaya yang sudah ada ratusan tahunsilam itu,’’ kata Ujang Zalkadri , Ka Sub Din Obyekdan Daya Tarik Wisata Disparbuda Nganjuk. 
sumber:(tritus julan)
Read more...

Senin, 02 Juli 2012

Sejarah Hidup RONGGOLAWE Tuban

2 komentar
                                         Sejarah Perjalanan Hidup RONGGOLAWE Tuban
Ronggolawe (lahir:... ? - wafat: 1295) adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, namun meninggal sebagai pemberontak pertama dalam sejarah kerajaan ini. Nama besarnya dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Tuban, Jawa Timur sampai saat ini.

Peran Awal
Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Ranggalawe sebagai putra Arya Wiraraja bupati Songeneb (nama lama Sumenep). Ia sendiri bertempat tinggal di Tanjung, yang terletak di Pulau Madura sebelah barat.

Pada tahun 1292 Ranggalawe dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di sebelah barat Tarik, Sidoarjo sekarang) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Konon, nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari Wenang, yang berarti "benang", atau dapat juga bermakna "kekuasaan". Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.

Selain itu, Ranggalawe juga menyediakan 27 ekor kuda dari Sumbawa sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pengikutnya dalam perang melawan Jayakatwang raja Kadiri.

Penyerangan terhadap ibu kota Kadiri oleh gabungan pasukan Majapahit dan Mongol terjadi pada tahun 1293. Ranggalawe berada dalam pasukan yang menggempur benteng timur kota Kadiri. ia berhasil menewaskan pemimpin benteng tersebut yang bernama Sagara Winotan.

Jabatan di Majapahit
Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu.

Prasasti Kudadu tahun 1294 yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit pada awal berdirinya, ternyata tidak mencantumkan nama Ranggalawe. Yang ada ialah nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja. Menurut Pararaton, Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun prasasti Kudadu menyebut dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang tokoh yang berbeda.

Sejarawan Slamet Muljana mengidentifikasi Arya Adikara sebagai nama lain Ranggalawe. Dalam tradisi Jawa ada istilah nunggak semi, yaitu nama ayah kemudian dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika dirinya diangkat sebagai pejabat Majapahit.

Dalam prasasti Kudadu, ayah dan anak tersebut sama-sama menjabat sebagai pasangguhan, yang keduanya masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara.
Read more...

Minggu, 01 Juli 2012

Budaya Minum Toak Dan Khasiat Toak Tuban

0 komentar
Imam Mudji's Blog - Bagi masyarakat Tuban minum tuak bukan berarti mabuk-mabukan, walaupun sebagaian masyarakat ada yang minum tuak untuk mabuk-mabukan. Minum tuak sudah menjadi tradisi masyarakat Tuban sejak ratusan tahun silam.

Peminum Toak di Tuban berasal dari berbagai lapisan masyarakat, golongan dan tingkatan sosial, petani, buruh, pegawai, pedagang, tentara, polisi, pengusaha, miskin, kaya. Pada saat duduk nglesot bersama dalam majelis tuak, mereka tidak mempermasalahkan status sosial mereka sehingga tidak ada penghalang bagi mereka untuk menjalin keakraban...
Ada sebuah cerita sorang Bapak separuh baya yang sedang sakit diperiksakan ke dokter oleh keluarganya, setelah menjalani pemeriksaan dan tes laborat, dokter menyampaikan agar Bapak tersebut tidak makan jeroan, kacang-kacangan dll. Bapak tersebut menjawab tidak apa-apa di larang makan yang enak-enak asalkan tidak dilarang MINUM TUAK....

Foto anak anak Rembes Palang Gok Tong, Dedy, DKK
Masyarakat Tuban juga mempercayai bahwa dengan rutin minum tuak secukupnya (tidak berlebihan) akan menghindarkan dari penyakit batu ginjal. Kondisi geografi Kabupaten Tuban yang terdiri dari pegunungan batu kapur menyebabkan sumber air yang digunakan sebagai sumber air bersih PDAM maupun digunakan langsung oleh masyarakat kandungan kapurnya sangat tinggi sehingga apabila mengkonsumsi air tersebut sangat kemungkinan timbul endapan batu ginjal, dengan meminum tuak secara rutin dipercaya bisa melarutkan endapan kapur / batu ginjal. 
Seperti contoh Foto di bawah ini Lek Sukadi DKK desa Sumurgung palang Tuban, Mereka Tengah asik menikmati minuman toak sambil ngobrol tentang keseharian mereka.

Read more...

Rabu, 27 Juni 2012

Sejarah Ronggolawe di Tanah Tuban

0 komentar
Masyarakat Tuban tidak bisa dipisahkan dari legenda Ronggolawe dan Brandal Lokajaya. Legenda itu begitu kental dan menyejarah sehingga sedikit banyak mewarnai pembentukan sistem nilai pribadi dan sosial. Elite politik sering kali memanfaatkan untuk kepentingan dan pencapaian target politiknya.
 
Legenda Ronggolawe versi masyarakat Tuban berbeda dengan naskah sejarah seperti ditulis kitab Pararaton maupun Kidung Ranggolawe. Menurut Kidung Ranggolawe, tindakan ngraman (berontak) Ronggolawe dilancarkan setelah tuntutannya agar pengangkatan Empu Nambi sebagai Patih Amangkubumi Majapahit dianulir.
 
Rudapaksa politik yang menurut Pararaton terjadi pada tahun 1295 itu berakhir tragis. Raja Kertarajasa Jayawardhana menolak tuntutan Ronggolawe tersebut. Pasukan dikirim untuk menyerang Ranggolawe. Akhirnya Ronggolawe diperdayai untuk duel di Sungai Tambak Beras. Dia pun tewas secara mengenaskan oleh Mahisa Anabrang.
 
Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe bukanlah pemberontak, tetapi pahlawan keadilan. Sikapnya memprotes pengangkatan Nambi, karena figur Nambi kurang tepat memangku jabatan setinggi itu.
Nambi tidak begitu besar jasanya terhadap Majapahit. Masih banyak orang lain yang lebih tepat seperti Lembu Sora, Dyah Singlar, Arya Adikara, dan tentunya dirinya sendiri.
Ronggolawe layak menganggap dirinya pantas memangku jabatan itu. Anak Bupati Sumenep Arya Wiraraja ini besar jasanya terhadap Majapahit. Ayahnya yang melindungi Kertarajasa Jayawardhana ketika melarikan diri dari kejaran Jayakatwang setelah Kerajaan Singsari jatuh (Kertarajasa adalah menantu Kertanegara, Raja Singasari terakhir).
 
Ronggolawe ikut membuka Hutan Tarik yang kelak menjadi Kerajaan Majapahit. Dia juga ikut mengusir pasukan Tartar maupun menumpas pasukan Jayakatwang.
Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe adalah korban konspirasi politik tingkat tinggi. Penyusun skenario sekaligus sutradara konspirasi politik itu adalah Mahapati, seorang pembesar yang berambisi menjadi patih amangkubumi.
Melalui skenarionya, Lembu Sora, paman Ronggolawe yang membunuh Mahisa Anabrang akhirnya dibunuh oleh pasukan Nambi melalui tipu daya yang canggih.
Empu Nambi sendiri mati dengan tragis. Dia diserang pasukan Majapahit pada saat pemerintahan Raja Jayanegara karena bisikan Mahapati bahwa Nambi ngraman. Kidung Sorandaka mencatat, Mahapati menggapai ambisinya dan dilantik menjadi patih amangkubumi tahun 1316.
Read more...

Sabtu, 31 Maret 2012

Karapan Sapi Pesta Rakyat Madura

2 komentar
Karapan Sapi, pertama mendengar kalimat itu, tanpa pikir panjang pun pikiran kita langsung tertuju kepada suatu tempat di sebelah timur laut Jawa Timur. karena di sana lah asal muasal dan lahirnya karapan sapi. pulau madura sebagai tempat asal dan perkembangan budaya karapan sapi madura ini.
awal mula acara yang lebih bersifat ke adat istiadatan tersebut secara tertulis tidak ada yang begitu jelas secara detail.  akan tetapi jika di lihat dari sumber lisan,menurut berita ada beberapa versi sumber di mana karapan sapi ini bisa muncul ke permukaan masyarakat madura hingga sampai menjadi budaya khas madura yang kita kenal saat ini.

Asal muasal sejarah karapan sapi madura, acara  karapan sapi ini muncul karena untuk penyebaran agama Islam di tanah Maduran. sumber lain juga mengatakan, karapan sapi ini sudah ada dan di kenal sejak zaman dulu secara turun temurun. selain itu pula dapat kita ketahui bahwa Kerapan Sapi pertama kali dipopulerkan oleh Pangeran Katandur yang berasal dari Pulau Sapudi, Sumenep pada abad 13. yang awalnya hanya memanfaatkan tenaga sapi-sapi tersebut sebagai pengolah sawah semata. karena di anggap mempunyai hasil yang bagus, dengan cara menggunakan sapi untuk membajak tanah-tanahnya sehingga tumbuh subur. karapan sapi pun mulai populer dan berkembang di seluruh tanah madura.

Asal Usul Karapan Sapi Madura

karapan sapi hingga kini menjadi salah satu tradisi khas madura yang di adakan setiap bulan agustus dan september, acara karapan sapi biasanya di adakan di beberapa tempat di madura. Selain itu acara karapan sapi di sebut juga sebagai pertandingan bisa juga adu gengsi masyarakat madura yang nantinya acara tersebut berujung di babak final adu cepat pada minggu akhir di bulan tersebut (akhir September atau Oktober) jika anda ingin menyaksikannya anda bisa langsung menuju ke kota Pamekasan-madura. acara adat karapan sapi ini di nilai cukup bergengsi karena para peserta saling memperebutkan Piala Bergilir Presiden dalam pertandingannya.

Karapan Sapi Madura
lantas apakah karapan sapi tersebut, apakah hanya adu balap liar yang di tunggangi dan yang cepat menjadi juara! Karapan sapi tidak bias di katakana begitu saja, seperti yang harus kita ketahui, acara karapan sapi bukan hanya merupakan pesta rakyat yang di gelar secara rutin dari tahun ke tahun semata bagi masyarakat madura, karapan sapi juga tidak bisa di katakan hanya sebagai tradisi yang dilaksanakan sejak dulu kala yang di lakukan secara terus menerus dari generasi ke generasi berikutnya seperti yang ada saat ini. Karapan sapi adalah sebuah prestise kebanggaan tersendiri yang akan mengangkat martabat di bagi masyarakat madura. itulah sering juga karapan sapi di sebut juga sebagai Ajang Adu Gengsi Rakyat Madura.
karapan sapi Karapan Sapi, Pesta Rakyat Khas Madura

Budaya adat karapan sapi, dalam ajang perlombaan tak hanya satu, dua cara dari banyaknya para peserta yang mengikuti perlombaan ini agar sapinya berlari dengan cepat dan akhirnya menjadi pemenang. biasanya mereka sampai melukai sapi-sapi tersebut di bagian tubuh belakang, dengan harapan sapi sapinya dapat lari dengan kencang. perlu anda ketahui juga,  tindakan melukai sapi bukanlah budaya asli dari Karapan sapi yang selama ini anda ketahui. hal semacam itu memang ada dan bahkan di setiap kegiatan macam apa pun dan sulit di ubah oleh kebanyakan masyarakat. tak luput dari peringatan pemerintah pun agar mereka tidak melakukan dan menyiksa sapi-sapi yang di ikutkan dalam ajang tersebut.

Macam Jenis Karapan Sapi Di Madura

Ternyata karapan sapi juga mempunyai beberapa macam, tidak hanya satu macam saja, yang biasa di tampilkan ada beberapa macamnya. Yuk kita simak!

1. Kerap jar-ajaran (kerapan latihan)
Kerapan jar-jaran adalah kerapan yang dilakukan hanya untuk melatih sapi-sapi pacuan sebelum diturunkan pada perlombaan yang sebenarnya.

2. Kerap Keni’ (kerapan kecil)
Kerapan Keni biasanya pesertanya hanya di ikuti oleh satu kecamatan saja. Karena kerap keni ini tergolong dalam perlombaan kecil jarak tempuhnya pun juga juga tidak terlalu jauh, sekitar 110 meter dan diikuti oleh sapi-sapi kecil yang belum terlatih.

3. Kerap Raja (kerapan besar)
Perlombaan yang sering juga disebut kerap Negara, perlombaan ini biasanya diadakan di ibukota kabupaten pada hari Minggu. Panjang lintasan balapnya sekitar 120 meter dan pesertanya adalah para juara kerap keni.

4. Kerap Onjangan (kerapan undangan)
Kerap onjangan adalah pacuan khusus yang para pesertanya adalah undangan dari suatu kabupaten yang menyelenggarakannya. Kerapan ini biasanya diadakan untuk memperingati hari-hari besar tertentu.

5. Kerap Karesidenen (kerapan tingkat karesidenan/ gubeng)
Kerap Karesidenen adalah kerapan besar yang diikuti oleh juara-juara kerap dari empat kabupaten di Madura. Kerap karesidenan diadakan di Kota Pamekasan, Kerap Karesidenen merupakan acara puncak untuk mengakhiri musim kerapan.

Karapan Sapi di HUT 2 Plat-M
indonesia memang di kenal sebagai negara yang kaya akan keragaman budaya. Karapan sapi salah satunya, kegiatan adat budaya ini di nilai cukup menarik oleh sebagian masyarakat dalam maupun luar madura. karena mempunyai ciri khas yang unik. hal semacam ini perlu juga dukungan dari pemerintah swasta bidang pariwisata. agar selain unik dan menghibur juga sebagai salah satu icon suatu daerah. sehingga nantinya akan memperkokoh seluruh kedaulatan tanah air.

Acara karapan sapi yang selalu menjadi daya tarik, ternyata tak hanya masyarakat madura saja. hal tersebut cukup terbukti dari banyaknya penonton yang mencapai ribuan setiap kali acara karapan sapi ini di gelar, tak hanya itu banyak juga turis asing yang juga ikut penasaran menyaksikan acara adat khas madura karapan sapi tersebut. sehingga di situlah salah satu ajang bertemunya masyarakat madura serta dapat memupuk rasa persaudaraan mereka. karena dalam acara ini berbagai kalangan masyarakat ikut berbaur jadi satu dalam lingkup sportifitas dan kegembiraan dalam ajang pesta masyarakat madura karapan sapi.
Dalam acara ini pula Plat-M, sebagai salah satu blogger khas di pulau madura bertempatan dengan HUT Plat-M yang kedua. turut mempromosikan adat budaya yang ada di daerahnya.
Read more...

Upacara Adat Naik Dango

0 komentar
“Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata…!” Kalimat tersebut bermakna, “Adil dan toleran terhadap sesame, bercermin ke surge dan setiap tarikan napas harus patuh terhadap Tuhan. Setiap ada yang mengucapkan salam tersebut, orang harus menjawab, arus, arus, arus yang berarti mengiyakan dan mengharapkan salam itu akan terpenuhi dalam kehidupan semua orang.

Salam tersebut kerap dijumpai dalam setiap upacara adat Naik Dango yang merupakan sebuah upacara untuk menghaturkan rasa syukur terhadap Nek Jubata atau Sang Pencipta atas berkah yang diberikannya berupa hasil panen (padi) yang berlimpah. Tidak hanya itu, upacara yang biasa dilakukan oleh masyarakat adat Dayak Kanayatn yang mendiami Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, hingga Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat tersebut diselengarakan secara rutin setiap tahun.

Upacara Naik Dango memiliki empat kegiatan utama. Yang pertama berjuluk Batutuk atau kegiatan menumbuk padi dalam lesung untuk mendapatkan beras, tepung beras (sunguh) atau beras ketan (poe’) untuk persiapan ritual makan bersama atau sesaji. Kemudian disusul dengan acara Matik alias mengucapkan doa untuk menyampaikan maksud dan niatan kepada Nek Jubata agar member restu pada pelaksanaan upacara Naik Dango. Di sini disajikan juga perangkat adat berupa Tumpi Sunguh (cucur putih), Solekng Poe” (ruas bambu berisikan ketan masak), hingga Sirih Masak (daun sirih, pinang siap kunyah dan gulungan rokok daun nipah)

Perhelatan Naik Dango memiliki inti upacara berupa Nyangahathn alias melantunkan doa dan mantra-mantra oleh Panyangahatn (imam adat) untuk memanggil semangat padi, mengucapkan syukur kepada Tuhan atas anugerah yang diberikannya berupa panen padi sampai memohon ampun kepada Nek Jubata atas dosa dan kesalahan dan meminta agar diberikan kesejahteraan pada tahun yang akan datang.
Selanjutnya para peserta upacara akan saling mengunjungi rumah kerabat dan tetangga dan disajikan kudapan atau penganan berupa poe atau salikat (lemang atau pulut yang terbuat dari beras ketan yang ditanak di dalam batang bambu), tumpi cucur (campuran tepung terigu dan tepung beras yang diaduk dengan gula merah dan digoreng), Bontonkng (berbahan baku beras sunguh/beras lading-Bontonkng Sumuh dan yang berbahan dasar beras pulut ladang alias Bontonkng Poe’)

Naik Dango sendiri bermula dari mitos asal mula padi mashyur di antara orang Dayak Kalimantan Barat lewat kisah Ne Baruankng Kulup. Cerita tersebut diawali dengan asal mula padi milik Jubata di Gunung Bawang yang dicuri oleh burung pipit. Padi tersebut kemudian jatuh ke tangan Ne Jaek yang sedang mengayau alias memenggal. Akibat hanya membawa setangkai padi dan bukan kepala, maka Ne Jaek pun menuai ejekan.
Keteguhan Ne Jaek yang ingin membudidayakan padi tersebut menyebabkan pertentangan di sukunya yang berimbas pada diusirnya Nenek Jaek dari kampungnya. Dalam pengembaraannya, dia bertemu dengan Jubata dan lalu menikah. Perkawinan tersebut menghasilkan Ne Baruankng Kulup yang akhirnya membawa padi kepada “Talino” (manusia) akibat senang turun ke dunia untuk bermain Gasing. Hal tersebut membuat Ne Baruankang Kulup diusir dari Gunung Bawang dan kemudian menikah dengan manusia. Dial ah yang mengenalkan padi (beras) untuk menjadi makanan utama manusia menggantikan Kulat (jamur).

Pada hakekatnya, upacara Naik Dango memiliki tiga aspek. Aspek tersebut antara lain aspek kehidupan masyarakat agraris di mana masyarakat Dayak mengungkapkan tradisi bercocok tanam dengan padi sebagai panen utamanya. Aspek kedua adalah aspek kehidupan religious. Lewat Naik Dango, masyarakat Dayak mengekspresikan rasa syukur, terima kasih dan hormat kepada Tuhan atas panen yang mereka peroleh. Aspek yang terakhir adalah aspek kekeluargaan, solidaritas dan persatuan. Penyelenggaraan Naik Dango secara serentak dalam wilayah kesatuan hukum adat (binua) merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mempererat silaturahmi antar keluarga khususnya dan masyarakat Dayak umumnya.
Read more...

Songket Palembang Yang Menawan

0 komentar
Sejarah dari kota Pempek alias Palembang tidak bisa dipisahkan dari legenda Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim yang sangat kuat di Pulau Sumatera dengan daerah kekuasaan mulai dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi pada masa jayanya sekitar tahun 683 Masehi. Kerajaan yang dalam bahasa sansekerta berarti bercahaya (sri) dan kemenangan (wijaya) tersebut menjadi cikal bakal kota Palembang.

Salah satu warisan budaya dari kerajaan ini adalah wastra tenun bernama songket. Bukti-bukti songket telah ada sejak zaman Sriwijaya bisa disimak dari pakaian yang menyelimuti arca-arca di kompleks percandian Tanah Abang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kain yang dirangkai dari berbagai jenis benang termasuk benang emas ini menurut sebagian orang bermula dari pola perdagangan antara pedagang asal Tiongkok yang menghadirkan benang sutera dengan pedagang India yang membawa benang emas dan perak. Nah, benang-benang tersebut ditenun dengan pola yang rumit yang diuntai lewat jarum leper pada sebuah alat tenun bingkai Melayu.

Kemampuan membuat Songket tradisional di Palembang biasanya diwariskan secara turun-temurun.Sewet Songket merupakan kain yang kerap digunakan oleh pelapis pakaian wanita di bagian bawah yang dihiasi dengan selendang berteman dengan baju kurung. Dalam upacara adat atau selebrasi pernikahan, pengantin biasanya menggunakan Songket lengkap dengan Aesan Gede (kebesaran), Aesan Pengganggon (Paksangko), Selendang Mantri, Aesan Gandek dan yang lainnya.  Secara kualitas, Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia. Bahkan, songket ini disematkan julukan sebagai “Ratu Segala Kain.”

Pada songket, teknik dan jenis serta kualitas kain yang ditenun dikenal dengan istilah Songket Limar dan Lepus. Lepus adalah kain songket yang kainnya terdiri dari cukitan alias sulaman benang emas berkualitas tinggi yang biasanya didatangkan dari Cina. Bahkan, kadakala benang tersebut diambil dari kain songket berusia ratusan tahun yang akibat umur membuat kainnya menjadi rapuh. Kualitas jenis ini merupakan kualitas tertinggi dengan harga jual yang sangat mahal.

Sementara Limar lebih mengarah kepada teknik pembuatannya. Menurut budayawan Inggris yang hidup di Indonesia pada era colonial, songket jenis ini merupakan kain yang memadukan warna merah, kuning dan hijau dengan pola yang terinspirasi dari buah limau. Sementara pendapat lain menyatakan bahwa nama limar diambil dari bulatan-bulatan yang berasal dari percikan yang menyerupai tetesan jeruk peras.

Cara pemakaian songket pada pria atau wanita memiliki perbedaan mendasar. Kain songket untuk pria yang kerap disebut Rumpak (bumpak) memiliki motif yang tidak penuh dengan tumpal (kepala kain) berada di belakang badan. Songket tersebut dipakai mulai dari pinggul ke bawah sampai di bagian bawah lutut (untuk pria yang telah menikah) dan menggantung di atas lutut (untuk pria yang belum menikah). Sedangkan untuk wanita, tumpal (kepala kain) wajib berada di depan dengan posisi dari pinggul hingga mata kaki.
Read more...
 
Imam Mudji's blog © 2011 GONJOL WEB DESIGN. Supported by Gonjol's Themes ByKak Imam